Jumat, 22 Juni 2012

Kejanggalan Kecelakaan SSJ100

Kecelakaan Pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ100) bikinan Rusia, Kamis (10/5) mengentak dunia. Betapa tidak, pesawat ini disebut-sebut sangat canggih karena merupakan gabungan teknologi pesawat tempur dan sipil. Reputasi pabrik Sukhoi, pembuat SSJ100, tak diragukan lagi karena pemroduksi pesawat tempur andal saat Uni Soviet masih berjaya. Apalagi Sukhoi menggandeng banyak konsultan kedirgantaraan dari seluruh dunia, termasuk ahli dari Boeing untuk memproduksi pesawat komersial ini.

Pesawat ini disebut-sebut awal kebangkitan industri kedirgantaraan Rusia. Dengan kapasitas 75-95 seat dan mampu menempuh jarak 3.000 hingga 4.500 kilometer, pesawat ini diklaim paling andal untuk bandara dengan landasan pacu pendek. Selain andal di bidang teknologi, sang pilot juga sangat teruji. Alexander Yablontsev adalah pilot penguji senior asal Rusia. Pada joy flight (ujicoba penerbangan) pertama, ia berhasil mendaratkan besi terbang itu secara mulus, tapi tidak pada penerbangan kedua yang menempuh rute Halim Perdana Kusuma Jakarta ke Pelabuhan Ratu. 

Pesawat yang ditawarkan seharga 31,7 hingga 35 juta dollar AS per unit itu menabrak tebing Gunung Salak pada ketinggian 2.086 meter dari permukaan air laut di Bogor, Jawa Barat. Dari sisi pengalaman, Yablontsev tak dapat diragukan lagi. Ia telah membawa pesawat ini terbang dari Rusia ke Kazakhstan, Pakistan dan Indonesia untuk promo tur pesawat baru ini. Sebelumnya, ia adalah pilot yang telah menerbangkan puluhan pesawat tempur Rusia. “Soal keandalan pilot dan kecanggihan pesawat sudah diakui,” kata Sunaryo, Perwakilan PT Trigama Rekatama, agen Sukhoi di Indonesia. Dengan kecanggihan pesawat dan keandalan pilot itulah, justru memunculkan pertanyaan kecelakaan fatal ini. Banyak pihak mempertanyakan izin turun flight pada ketinggian 6.000 kaki dari 10 ribu kaki. Pihak lain juga menyorot tidak berfungsinya radar pesawat yang mengirim sinyal darurat. Pilot senior Indonesia, 

Rony Rosnadi menduga kecelakaan itu akibat human error. “SSJ100 itu kan pesawat baru. Pasti dilengkapi perangkat peringatan diri yang modern. Saya tidak tahu mengapa pilot minta izin turun pada ketinggian 6.000 kaki,” kata Rosnadi. Soal izin turun ke 6.000 kaki itu, Dirjen Perhubungan Udara, Herry Bhakti S mengatakan, pesawat itu turun atas izin Air Traffic Control (ATC). “ATC mengizinkan pilot Sukhoi” kata Herry. Izin turun itu diajukan pilot Sukhoi 12 menit setelah take off. “Saya tidak tahu kenapa minta turun. Namun Sokhoi itu tidak memilih terbang di Gunung Salak, tapi di atas Bandara Atang Sendjaja. Jadi seharusnya terbang 6.000 kaki itu tidak masalah,” tambah Herry. “Untuk joy flight seharusnya mengambil rute Krakatau, melewati wilayah laut terang. Tapi ini melewati Pelabuhan Ratu, melewati wilayah pegunungan yang gelap,” ujar pengamat penerbangan, Samudera Sukardi. Soal penyebab kecelakaan, biarlah KNKT dan tim yang dibentuk Rusia yang menyelidikinya. Kini, konsentrasi yang harus dilakukan adalah mengevakuasi korban yang menumpang pesawat nahas ini. 

 Evakuasi itu tidaklah mudah mengingat titik kecelakaan berada di medan yang sangat sulit, yaitu pada ketinggian 2.086 meter dengan posisi kemiringan tebing 85 derajat. Kendala lain selain kemiringan tebing adalah, sulitnya menembus medan karena titik itu masih tertutup hutan lebat dengan semak berduri. Sebanyak 52 anggota tim lainnya yang didominasi personel Satuan Pelopor Brimob Mabes Polri dan beberapa wartawan melanjutkan perjalanan. Dengan foto pesawat yang hancur berkeping-keping, kita hanya bisa berharap keajaiban ada korban yang masih bisa diselamatkan. Kecepatan evakuasi juga akan memberi kepastian kepada keluarga korban yang selama dua hari ini berharap-harap cemas.

SUMBER

0 komentar:

Posting Komentar