Belum lama ini dunia kegiatan alam bebas kalangan siswa pecinta alam (SISPALA) dihebohkan kembali dengan meninggalnya siswa SMKN 3 salah satu calon anggota sispala disekolahnya.sebelum berkomentar berikut cuplikan kronologis dari beberapa sumber dimedia :
Arfiand Caesar Al Irhami (16), pelajar kelas 10 SMA Negeri 3 Jakarta, meninggal dunia, Jumat (20/6/2014), di Rumah Sakit MMC, Kuningan, Jakarta Selatan, setelah mengikuti pelatihan ekstrakulikuler pencinta alam selama satu minggu di kawasan Tangkuban Parahu, Jawa Barat.
Ketika di lokasi, remaja yang biasa disapa Aca itu mengeluh sakit dan tidak kuat melanjutkan perjalanan jalan kaki tersebut. Dia memilih untuk langsung pulang. Setelah itu, Sutisna melanjutkan, sesampainya di puncak gunung, tiba-tiba Aca pingsan.
Teman-temannya langsung melarikan korban ke Rumah Sakit MMC, Jakarta Selatan. Pada saat korban hendak dioperasi di rumah sakit, pihak dokter menemukan adanya kejanggalan atas kematian korban, antara lain, luka lebam pada bagian perut dan pipi sebelah kanan.
Hasil visum polisi menyatakan kematian korban akibat pukulan benda tumpul. Namun, hingga kini, polisi masih menunggu hasil visum korban seluruhnya guna proses penyelidikan selanjutnya terkait dugaan adanya aksi penganiayaan terhadap korban.
Dari cuplikan kronologis peristiwa tersebut, timbul sebuah pertanyaan besar, "Apakah dikalangan sispala itu perlu menggunakan kekerasan seperti halnya militer?!" memang tidak ada cara lain, sedikit disini saya ingin memeberikan suara bahwasanya pendidikan disispala itu memang sangat penting sekali karena untuk memberi bekal bagi para calon anggota agar dapat survive dialam bebas nan liar seperti gunung yang jelas sudah kita ketahui bahwa keadaan digunung itu tidak bisa kita perkirakan kadang bisa menjadi sahabat yang seakan akan paham dengan kita, bahkan bisa juga menjadi musuh yang berbahaya bagi kita.
Pendidikan dan latihan dasar (DIKLATSAR) itu memang sangat dianjurkan bagi calon anggota yang belum mempunyai dasar untuk survive dialam, nah menurut saya cara dalam memberikan pelatihan tidak perlu menggunakan kekerasan terlebih lagi menggunakan alat. cukup dengan ketegasan untuk membagun kedisiplinannya pada saat dialam, kemudian memberikan materi serta praktek dari meteri yang telat diberikan ya minimal, calon anggota bisa cara memasang kompor, memasak, mendirikan tenda, packing dan materi p3k atau lebih pasnya manajemen perjalanan, saya rasa itu sudah cukup.
Tugas para senior yang sudah jauh lebih paham materi dan prakteknya adalah membina, membimbing dan membantu dari sicalon anggota tersebut tidak perlu menyiksanya, untuk penyiksaan biar alam yang memberikan perlajarannya(gunung), mereka pun akan mengerti dengan sendirinya dan berfikir jika ingin hidup maka saya harus bisa menguasai materi minimal "Manajemen Perjalanan:" tinggal disisipkan saja oleh senior mengenai etika etika sebagai pecinta alam.
Percuma saja kalian para senior bermain fisik pada calon anggota disispala mereka itu masih dalam naungan sekolah, mereka masih ada tanggung jawab untuk belajar, beda halnya dengan mahasiswa yang sudha bisa berdiri sendiri atau KPA maupun organisasi bebas lainnya yang tidak terikat oleh sekolahan.Belum saatnya mereka disiksa secara beramai ramai oleh senior pada masa SMA karena seharusnya para calon anggota sispala itu hanya mendapatkan dasar-dasar pengetahuan survive yang dibarengi dengan praktek dan dibimbing oleh senior bukan disiksa.
Arfiand Caesar Al Irhami (16), pelajar kelas 10 SMA Negeri 3 Jakarta, meninggal dunia, Jumat (20/6/2014), di Rumah Sakit MMC, Kuningan, Jakarta Selatan, setelah mengikuti pelatihan ekstrakulikuler pencinta alam selama satu minggu di kawasan Tangkuban Parahu, Jawa Barat.
Ketika di lokasi, remaja yang biasa disapa Aca itu mengeluh sakit dan tidak kuat melanjutkan perjalanan jalan kaki tersebut. Dia memilih untuk langsung pulang. Setelah itu, Sutisna melanjutkan, sesampainya di puncak gunung, tiba-tiba Aca pingsan.
Teman-temannya langsung melarikan korban ke Rumah Sakit MMC, Jakarta Selatan. Pada saat korban hendak dioperasi di rumah sakit, pihak dokter menemukan adanya kejanggalan atas kematian korban, antara lain, luka lebam pada bagian perut dan pipi sebelah kanan.
Hasil visum polisi menyatakan kematian korban akibat pukulan benda tumpul. Namun, hingga kini, polisi masih menunggu hasil visum korban seluruhnya guna proses penyelidikan selanjutnya terkait dugaan adanya aksi penganiayaan terhadap korban.
Dari cuplikan kronologis peristiwa tersebut, timbul sebuah pertanyaan besar, "Apakah dikalangan sispala itu perlu menggunakan kekerasan seperti halnya militer?!" memang tidak ada cara lain, sedikit disini saya ingin memeberikan suara bahwasanya pendidikan disispala itu memang sangat penting sekali karena untuk memberi bekal bagi para calon anggota agar dapat survive dialam bebas nan liar seperti gunung yang jelas sudah kita ketahui bahwa keadaan digunung itu tidak bisa kita perkirakan kadang bisa menjadi sahabat yang seakan akan paham dengan kita, bahkan bisa juga menjadi musuh yang berbahaya bagi kita.
Pendidikan dan latihan dasar (DIKLATSAR) itu memang sangat dianjurkan bagi calon anggota yang belum mempunyai dasar untuk survive dialam, nah menurut saya cara dalam memberikan pelatihan tidak perlu menggunakan kekerasan terlebih lagi menggunakan alat. cukup dengan ketegasan untuk membagun kedisiplinannya pada saat dialam, kemudian memberikan materi serta praktek dari meteri yang telat diberikan ya minimal, calon anggota bisa cara memasang kompor, memasak, mendirikan tenda, packing dan materi p3k atau lebih pasnya manajemen perjalanan, saya rasa itu sudah cukup.
Tugas para senior yang sudah jauh lebih paham materi dan prakteknya adalah membina, membimbing dan membantu dari sicalon anggota tersebut tidak perlu menyiksanya, untuk penyiksaan biar alam yang memberikan perlajarannya(gunung), mereka pun akan mengerti dengan sendirinya dan berfikir jika ingin hidup maka saya harus bisa menguasai materi minimal "Manajemen Perjalanan:" tinggal disisipkan saja oleh senior mengenai etika etika sebagai pecinta alam.
Percuma saja kalian para senior bermain fisik pada calon anggota disispala mereka itu masih dalam naungan sekolah, mereka masih ada tanggung jawab untuk belajar, beda halnya dengan mahasiswa yang sudha bisa berdiri sendiri atau KPA maupun organisasi bebas lainnya yang tidak terikat oleh sekolahan.Belum saatnya mereka disiksa secara beramai ramai oleh senior pada masa SMA karena seharusnya para calon anggota sispala itu hanya mendapatkan dasar-dasar pengetahuan survive yang dibarengi dengan praktek dan dibimbing oleh senior bukan disiksa.
Saya rasa itu saja, maaf kalo ada pihak2 yang merasa tidak senang dengan asumsi pemikiran saya karna menurut saya itu benar dan saya pun berhak untuk bersuara. untuk adik kita alm.Arfiand Caesar Al Irhami semoga diberikan tempat yang pantas disisinya dan semoga peristiwa yang menimpa alm. arfiand menjadi yang terakhir dikalanagan dunia pecinta alam.
Terima kasih
Regards
Salam Lestari
TRAMPER || EXPERIENCE WILD IN NATURE
tapi itu emang realitas ttg arti sebuah diklatsar mang, rata rata bgtu, bukan hanya di sispala semua organisasi keknya sama , cuma itu tadi kita bagaimana menilainya itu semua ,
BalasHapusyupz, salken mang salam rimba , btw tangerangnya di mana nih , kebetulan ane juga dari tangerang
bener banged bang, tpi konteknya yg diangkat tentang sispala krna ini bukan kali pertama terjadi, entah dari korban atau tersangkanya. sebisa mungkin khusus sispala yg dibawah naungan sekolah jangan terlalu ektrim, klo KPA MAPALA dll sih gpp kali ya ..
Hapussalam kenal bang, ane diciputat tangsel.
salam rimba