Sabtu, 05 Oktober 2013

TIDAK USAH TAKUT UNTUK MENDAKI GUNUNG DAN BERPETUALANG

Masih banyak orang atau kalangan yang meragukan sisi-sisi positif kegiatan mendaki gunung atau penjelajahan alam bebas ditengah masyarakat. Bahkan tidak jarang kita masih mendengar pendapat/anggapan: "Untuk apa naik gunung jika nanti turun juga?". Bagi orang awam, mendaki gunung, mengarungi arus deras, menyelusup dalam gelapnya goa, memanjat tebing, berlayar sendirian dengan cadik (perahu kecil) memang dipandang sebagai suatu kegiatan yang sia - sia. Kendati begitu, aktifitas mendaki gunung atau penjelajahan di alam bebas justru semakin berkibar di persada tercinta ini. Sebut saja ekspedisi SevenSummits, ekspedisi Leuser, pelayaran solo Jakarta-bandar sribagawan (Brunei Darussalam) dan masih banyak lagi contoh-contoh petualangan/penjelajahan alam bebas lainnya. 

Bahkan peminat aktivitas yang sepi sorak sorai,tepuk tangan penonton dan puiian ini semakin banyak jumlah peminatnya di negeri kita. Jadi, apa yang mendorong para petualang menggemari, mengeluti dan falling in love dengan dunianya, hingga mereka cuek saja terhadap pandangan awam? Sebenarnya para petualangan itu pada awalnya berangkat dari rasa iseng belaka, ikut - ikutan dan sekedar pemuas rasa ingin tahu mereka, atau banyak yang sesumbar/sombong dengan menggunakan istilah/jargon/motto yang berkonotasi negatif yakni “menaklukan puncak gunung” . Namun apa pun itu awal perkenalan mereka dengan dunia petualangan, yang jelas mereka langsung ketagihan dengan dunia itu. Seolah - olah alam bebas bagai magnet yang terus menarik – narik jiwa dan hati mereka untuk mengulangi berpetualang kembali. Biarpun kita mendaki gunung yang sama, pengalaman yang kita peroleh selalu berbeda. Artinya para petualang selalu mencari hal baru / tantangan baru dan bagaimana cara mengatasi tantangan itulah yang menyebabkan mereka selalu kembali ke alam bebas. Selain itu, tentu saja pemandangan indah yang ditawarkan alam bebas berperan besar dalam membujuk para petualang untuk turun kembali ke alam bebas. Pada mulanya mereka memang mendapat kepuasan setelah menjawab tantangan dan menikmati panorama indah yang disodorkan alam bebas. 

Tetapi dari pengalaman naik turun gunung itu, pelan - pelan mereka mendapat sesuatu yang lebih. Bukan lagi sekedar kepuasan mencapai puncak ketinggian. Sifat - sifat positif secara perlahan akan terbentuk, sifat - sifat yang memang diperlukan pada saat - saat bertualang maupun dalam kehidupan sehari - hari. Sifat - sifat tersebut misalnya, berani mengambil keputusan. Di dalam situasi yang kritis, kita dituntut untuk secepat mungkin mengambil keputusan dengan bijak dan kepala dingin. Dan yang pasti keputusan tersebut tidak akan membahayakan keseluruhan tim, apalagi pada saat tersebut kita bertindak sebagai ketua rombongan. Perselisihan bukanlah barang asing dalam dunia petualangan. Yang muncul akibat kondisi mental dan phisik yang sudah letih, sehingga kita mudah sekali tersinggung. Tapi karena kondisialam bebas yang menuntut kerjasama, para petualang tidak bisa mengumbar emosinya begitu saja. Sedikit demi sedikit emosi pun dapat dikendalikan, sehingga tidak tertutup kemungkinan perselisihan terlupakan. 

 Dengan naik gunung pun kita berlatih memotivasi diri. Karena di gunung yang menjadi penghalang utama adalah si pendaki itu sendiri. Capek - lah, dingin - lah, masih jauh - lah hingga mereka tidak mau melanjutkan perjalanannya. Kalau saja mereka bisa mengalahkan perasaan itu dalam kehidupan sehari - hari, ini bisa sangat berguna pada saat kita menghadapi masalah pelik. Begitu juga dengan sifat cermat membuat perhitungan dan tidak mudah mengeluh. Kondisi alam bebas yang sulit diduga menuntut persiapan dan perhitungan yang matang, kalaupun ada yang meleset harus kita hadapi dengan pikiran dingin dan lapang dada tanpa saling menyalahkan. Di tengah hutan kita akan mengeluh kepada siapa, toh yang kita keluhi pun dalam kondisi yang sama, malah - malah keluhan kita bisa mengendorkan mentalitas rekan lainnya.

Dalam melakukan aktivitas ini kita dituntut untuk selalu jujur, misal suatu ketika kita melakukanpendakian seorang diri dan tidak mencapai puncak. Bisa saja kita bilang sampai dipuncak, toh tak ada saksi yang akan menyanggahnya, disinilah kita harus jujur, karena pengalaman yang terjadi mungkin berguna bagi teman - teman yang lain. Bila kita sudah mencapai tahap ini,puncak bukan lagi menjadi sasaran utama. Begitu pula dengan kebanggaan yang dulu sampai - sampai bisa menyesakkan dada karena berhasil menaklukkan sebuah puncak, perlahan akan hilang. Karena yang lebih esensi dalam tahap ini adalah bagaimana kita mendapatkan tantangan baru dan bagaimana memecahkannya. Juga mengurangi nafsu merusak seperti corat - coret, memetik Edelweis dan membuang sampah sembarangan sudah lama mereka tinggalkan. Karena motto “Jangan ambil sesuatu kecuali photo dan jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak“ sudah melekat pada diri mereka. Tetapi semua ini adalah proses yang harus dilalui oleh semua orang untuk menjadi “pecinta alam sejati”. 

 Untuk menjadi seorang petualang yang baik kita harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup, peralatan dan perbekalan yang memadai, mental dan phisik yang baik serta daya juang yang tinggi. Tanpa itu jangan harap kita bisa selamat dalam melaksanakan aktivitas petualangan, sedangkan mereka yang telah cukup memiliki segala sesuatunya pun terkadang tidak luput dari resiko berat aktivitas outdoor sport ini. Semua aktivitas yang dilakukan manusia mempunyai resiko, begitu pula dengan aktivitaspetualangan di alam bebas. Ibaratkan seorang pelaut yang harus meninggalkan keluarganya berbulan - bulan, itu adalah resiko dari profesi keahlian yang digelutinya. 

Kaum awam seringkali mengidentifikasikan kegiatan outdoor sport sebagai aktivitas yang konyol dan dekat dengan kematian, padahal para petualang sebetulnya adalah orang - orang yang menghargai kehidupan, hal ini terlihat bagaimana mereka menerapkan safety procedure (SOP) dalam setiap aktivitasnya. Kalau bicara soal kematian, di atas tempat tidur pun apabila Tuhan menghendaki, kita semua bisa mati atau bisa kita lihat bagaimana banyaknya orang mati karena kecelakaan lalu lintas. Maka sebagai penutup alinea mari kita yakini bersama yaitu, "TIDAK PERLU TAKUT UNTUK MENDAKI GUNUNG DAN BERPETUALANG DI ALAM BEBAS SAHABAT-SAHABATKU."

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar