TIDAK USAH TAKUT UNTUK MENDAKI GUNUNG DAN BERPETUALANG
Masih banyak orang atau kalangan yang
meragukan sisi-sisi positif kegiatan mendaki gunung atau penjelajahan
alam bebas ditengah masyarakat. Bahkan tidak jarang kita masih
mendengar pendapat/anggapan: "Untuk apa naik gunung jika nanti turun
juga?". Bagi orang awam, mendaki gunung, mengarungi arus deras,
menyelusup dalam gelapnya goa, memanjat tebing, berlayar sendirian
dengan cadik (perahu kecil) memang dipandang sebagai suatu kegiatan
yang sia - sia.
Kendati begitu, aktifitas mendaki gunung atau penjelajahan di alam
bebas justru semakin berkibar di persada tercinta ini.
Sebut saja ekspedisi SevenSummits, ekspedisi Leuser, pelayaran solo
Jakarta-bandar sribagawan (Brunei Darussalam) dan masih banyak lagi
contoh-contoh petualangan/penjelajahan alam bebas lainnya.
Bahkan
peminat aktivitas yang sepi sorak sorai,tepuk tangan penonton dan
puiian ini semakin banyak jumlah peminatnya di negeri kita.
Jadi, apa yang mendorong para petualang menggemari, mengeluti dan
falling in love dengan dunianya, hingga mereka cuek saja terhadap
pandangan awam? Sebenarnya para petualangan itu pada awalnya berangkat
dari rasa iseng belaka, ikut - ikutan dan sekedar pemuas rasa ingin tahu
mereka, atau banyak yang sesumbar/sombong dengan menggunakan
istilah/jargon/motto yang berkonotasi negatif yakni “menaklukan puncak
gunung” . Namun apa pun itu awal perkenalan mereka dengan dunia
petualangan, yang jelas mereka langsung ketagihan dengan dunia itu.
Seolah - olah alam bebas bagai magnet yang terus menarik – narik jiwa
dan hati mereka untuk mengulangi berpetualang kembali.
Biarpun kita mendaki gunung yang sama, pengalaman yang kita peroleh
selalu berbeda. Artinya para petualang selalu mencari hal baru /
tantangan baru dan bagaimana cara mengatasi tantangan itulah yang
menyebabkan mereka selalu kembali ke alam bebas. Selain itu, tentu saja
pemandangan indah yang ditawarkan alam bebas berperan besar dalam
membujuk para petualang untuk turun kembali ke alam bebas.
Pada mulanya mereka memang mendapat kepuasan setelah menjawab tantangan
dan menikmati panorama indah yang disodorkan alam bebas.
Tetapi dari
pengalaman naik turun gunung itu, pelan - pelan mereka mendapat sesuatu
yang lebih. Bukan lagi sekedar kepuasan mencapai puncak ketinggian.
Sifat - sifat positif secara perlahan akan terbentuk, sifat - sifat yang
memang diperlukan pada saat - saat bertualang maupun dalam kehidupan
sehari - hari.
Sifat - sifat tersebut misalnya, berani mengambil keputusan. Di dalam
situasi yang kritis, kita dituntut untuk secepat mungkin mengambil
keputusan dengan bijak dan kepala dingin. Dan yang pasti keputusan
tersebut tidak akan membahayakan keseluruhan tim, apalagi pada saat
tersebut kita bertindak sebagai ketua rombongan.
Perselisihan bukanlah barang asing dalam dunia petualangan. Yang muncul
akibat kondisi mental dan phisik yang sudah letih, sehingga kita mudah
sekali tersinggung. Tapi karena kondisialam bebas yang menuntut
kerjasama, para petualang tidak bisa mengumbar emosinya begitu saja.
Sedikit demi sedikit emosi pun dapat dikendalikan, sehingga tidak
tertutup kemungkinan perselisihan terlupakan.
Dengan naik gunung pun kita berlatih memotivasi diri. Karena di gunung
yang menjadi penghalang utama adalah si pendaki itu sendiri. Capek -
lah, dingin - lah, masih jauh - lah hingga mereka tidak mau melanjutkan
perjalanannya. Kalau saja mereka bisa mengalahkan perasaan itu dalam
kehidupan sehari - hari, ini bisa sangat berguna pada saat kita
menghadapi masalah pelik.
Begitu juga dengan sifat cermat membuat perhitungan dan tidak mudah
mengeluh. Kondisi alam bebas yang sulit diduga menuntut persiapan dan
perhitungan yang matang, kalaupun ada yang meleset harus kita hadapi
dengan pikiran dingin dan lapang dada tanpa saling menyalahkan. Di
tengah hutan kita akan mengeluh kepada siapa, toh yang kita keluhi pun
dalam kondisi yang sama, malah - malah keluhan kita bisa mengendorkan
mentalitas rekan lainnya.
Dalam melakukan aktivitas ini kita dituntut untuk selalu jujur, misal
suatu ketika kita melakukanpendakian seorang diri dan tidak mencapai
puncak. Bisa saja kita bilang sampai dipuncak, toh tak ada saksi yang
akan menyanggahnya, disinilah kita harus jujur, karena pengalaman yang
terjadi mungkin berguna bagi teman - teman yang lain. Bila kita sudah
mencapai tahap ini,puncak bukan lagi menjadi sasaran utama. Begitu pula
dengan kebanggaan yang dulu sampai - sampai bisa menyesakkan dada karena
berhasil menaklukkan sebuah puncak, perlahan akan hilang. Karena yang
lebih esensi dalam tahap ini adalah bagaimana kita mendapatkan tantangan
baru dan bagaimana memecahkannya.
Juga mengurangi nafsu merusak seperti corat - coret, memetik Edelweis
dan membuang sampah sembarangan sudah lama mereka tinggalkan. Karena
motto “Jangan ambil sesuatu kecuali photo dan jangan tinggalkan sesuatu
kecuali jejak“ sudah melekat pada diri mereka. Tetapi semua ini adalah
proses yang harus dilalui oleh semua orang untuk menjadi “pecinta alam
sejati”.
Untuk menjadi seorang petualang yang baik kita harus mempunyai
pengetahuan dan keterampilan yang cukup, peralatan dan perbekalan yang
memadai, mental dan phisik yang baik serta daya juang yang tinggi. Tanpa
itu jangan harap kita bisa selamat dalam melaksanakan aktivitas
petualangan, sedangkan mereka yang telah cukup memiliki segala
sesuatunya pun terkadang tidak luput dari resiko berat aktivitas outdoor
sport ini.
Semua aktivitas yang dilakukan manusia mempunyai resiko, begitu pula
dengan aktivitaspetualangan di alam bebas. Ibaratkan seorang pelaut yang
harus meninggalkan keluarganya berbulan - bulan, itu adalah resiko dari
profesi keahlian yang digelutinya.
Kaum awam seringkali mengidentifikasikan kegiatan outdoor sport sebagai
aktivitas yang konyol dan dekat dengan kematian, padahal para petualang
sebetulnya adalah orang - orang yang menghargai kehidupan, hal ini
terlihat bagaimana mereka menerapkan safety procedure (SOP) dalam
setiap aktivitasnya. Kalau bicara soal kematian, di atas tempat tidur
pun apabila Tuhan menghendaki, kita semua bisa mati atau bisa kita lihat
bagaimana banyaknya orang mati karena kecelakaan lalu lintas. Maka
sebagai penutup alinea mari kita yakini bersama yaitu,
"TIDAK PERLU TAKUT UNTUK MENDAKI GUNUNG DAN BERPETUALANG DI ALAM BEBAS
SAHABAT-SAHABATKU."
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar