Sabtu, 05 Oktober 2013

MENDAKI GUNUNG IDENTIK SIMULASI MENAPAKI KEHIDUPAN

Mendaki gunung dan turun lagi itu mencerminkan perjalanan umum manusia : kita lahir, mencapai puncak usia dan turun keharibaan Ilahi.. Dalam bisnis/karir : kita memulai/merintis, mencapai puncak karir dan turun karena pensiun, atau mungkin malah sebagai pecundang(bangkrut). Mendaki gunung menjadi semacam simulasi kehidupan ketika kita berjuang bukan mengatasi tingginya gunung atau curamnya tebing..melainkan mengatasi diri kita sendiri & menguji sampai sejauh mana batas nyali dan kesabaran kita. Pada saat titik-titik ekstrim kondisi alam & kelelahan fisik menerpa, disitulah ujian yang harus dilewati, yang penting mental sampai puncak tetap tinggi, tak mudah menyerah, bersyukur dan berterima kasih kepada Sang Khaliq karena telah diberi kesempatan untuk melihat "sebagian kecil" keindahan Sang Pencipta dari puncak gunung.. 

Disamping itu dapat pengalaman dan teman barupun rasanya tak terbayangkan kebahagiannya... Lalu, apakah waktu turun sama tangguhnya dengan waktu kita mendaki...? Faktanya orang sering celaka atau tewas pada saat turun. Menaiki tangga lebih mudah daripada menuruni tangga. Lebih hati-hati dan ada rasa gemetar menuruninya, apalagi bila melihat ke bawah... Apakah waktu terpuruk sama tangguhnya dengan waktu kita meniti karir..? Banyak orang sering menjadi stress & gila pada saat terpuruk karirnya atau bangkrut usahanya...,banyak juga para pendaki yg menerapkannya filosofi ini di "kehidupan nyata"nya untuk tak mudah menyerah,saling menolong, menemukan diri sendiri, dan kuat menghadapi rintangan berputarnya roda kehidupan...

 Jadi,apakah kita masih terus bertanya dan merasa aneh jika melihat serombongan orang yg menggendong carrier berukuran besar?

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar