MENDAKI GUNUNG IDENTIK SIMULASI MENAPAKI KEHIDUPAN
Mendaki gunung dan turun lagi itu
mencerminkan perjalanan umum manusia : kita lahir, mencapai puncak usia
dan turun keharibaan Ilahi.. Dalam bisnis/karir : kita memulai/merintis,
mencapai puncak karir dan turun karena pensiun, atau mungkin malah
sebagai pecundang(bangkrut). Mendaki gunung menjadi semacam simulasi
kehidupan ketika kita berjuang bukan mengatasi tingginya gunung atau
curamnya tebing..melainkan mengatasi diri kita sendiri & menguji
sampai sejauh mana batas nyali dan kesabaran kita.
Pada saat titik-titik ekstrim kondisi alam & kelelahan fisik
menerpa, disitulah ujian yang harus dilewati, yang penting mental sampai
puncak tetap tinggi, tak mudah menyerah, bersyukur dan berterima kasih
kepada Sang Khaliq karena telah diberi kesempatan untuk melihat
"sebagian kecil" keindahan Sang Pencipta dari puncak gunung..
Disamping
itu dapat pengalaman dan teman barupun rasanya tak terbayangkan
kebahagiannya...
Lalu, apakah waktu turun sama tangguhnya dengan waktu kita mendaki...?
Faktanya orang sering celaka atau tewas pada saat turun. Menaiki tangga
lebih mudah daripada menuruni tangga. Lebih hati-hati dan ada rasa
gemetar menuruninya, apalagi bila melihat ke bawah...
Apakah waktu terpuruk sama tangguhnya dengan waktu kita meniti karir..?
Banyak orang sering menjadi stress & gila pada saat terpuruk
karirnya atau bangkrut usahanya...,banyak juga para pendaki yg
menerapkannya filosofi ini di "kehidupan nyata"nya untuk tak mudah
menyerah,saling menolong, menemukan diri sendiri, dan kuat menghadapi
rintangan berputarnya roda kehidupan...
Jadi,apakah kita masih terus bertanya dan merasa aneh jika melihat
serombongan orang yg menggendong carrier berukuran besar?
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar