Sabtu, 05 Oktober 2013

TIDAK USAH TAKUT UNTUK MENDAKI GUNUNG DAN BERPETUALANG

Masih banyak orang atau kalangan yang meragukan sisi-sisi positif kegiatan mendaki gunung atau penjelajahan alam bebas ditengah masyarakat. Bahkan tidak jarang kita masih mendengar pendapat/anggapan: "Untuk apa naik gunung jika nanti turun juga?". Bagi orang awam, mendaki gunung, mengarungi arus deras, menyelusup dalam gelapnya goa, memanjat tebing, berlayar sendirian dengan cadik (perahu kecil) memang dipandang sebagai suatu kegiatan yang sia - sia. Kendati begitu, aktifitas mendaki gunung atau penjelajahan di alam bebas justru semakin berkibar di persada tercinta ini. Sebut saja ekspedisi SevenSummits, ekspedisi Leuser, pelayaran solo Jakarta-bandar sribagawan (Brunei Darussalam) dan masih banyak lagi contoh-contoh petualangan/penjelajahan alam bebas lainnya. 

Bahkan peminat aktivitas yang sepi sorak sorai,tepuk tangan penonton dan puiian ini semakin banyak jumlah peminatnya di negeri kita. Jadi, apa yang mendorong para petualang menggemari, mengeluti dan falling in love dengan dunianya, hingga mereka cuek saja terhadap pandangan awam? Sebenarnya para petualangan itu pada awalnya berangkat dari rasa iseng belaka, ikut - ikutan dan sekedar pemuas rasa ingin tahu mereka, atau banyak yang sesumbar/sombong dengan menggunakan istilah/jargon/motto yang berkonotasi negatif yakni “menaklukan puncak gunung” . Namun apa pun itu awal perkenalan mereka dengan dunia petualangan, yang jelas mereka langsung ketagihan dengan dunia itu. Seolah - olah alam bebas bagai magnet yang terus menarik – narik jiwa dan hati mereka untuk mengulangi berpetualang kembali. Biarpun kita mendaki gunung yang sama, pengalaman yang kita peroleh selalu berbeda. Artinya para petualang selalu mencari hal baru / tantangan baru dan bagaimana cara mengatasi tantangan itulah yang menyebabkan mereka selalu kembali ke alam bebas. Selain itu, tentu saja pemandangan indah yang ditawarkan alam bebas berperan besar dalam membujuk para petualang untuk turun kembali ke alam bebas. Pada mulanya mereka memang mendapat kepuasan setelah menjawab tantangan dan menikmati panorama indah yang disodorkan alam bebas. 

Tetapi dari pengalaman naik turun gunung itu, pelan - pelan mereka mendapat sesuatu yang lebih. Bukan lagi sekedar kepuasan mencapai puncak ketinggian. Sifat - sifat positif secara perlahan akan terbentuk, sifat - sifat yang memang diperlukan pada saat - saat bertualang maupun dalam kehidupan sehari - hari. Sifat - sifat tersebut misalnya, berani mengambil keputusan. Di dalam situasi yang kritis, kita dituntut untuk secepat mungkin mengambil keputusan dengan bijak dan kepala dingin. Dan yang pasti keputusan tersebut tidak akan membahayakan keseluruhan tim, apalagi pada saat tersebut kita bertindak sebagai ketua rombongan. Perselisihan bukanlah barang asing dalam dunia petualangan. Yang muncul akibat kondisi mental dan phisik yang sudah letih, sehingga kita mudah sekali tersinggung. Tapi karena kondisialam bebas yang menuntut kerjasama, para petualang tidak bisa mengumbar emosinya begitu saja. Sedikit demi sedikit emosi pun dapat dikendalikan, sehingga tidak tertutup kemungkinan perselisihan terlupakan. 

 Dengan naik gunung pun kita berlatih memotivasi diri. Karena di gunung yang menjadi penghalang utama adalah si pendaki itu sendiri. Capek - lah, dingin - lah, masih jauh - lah hingga mereka tidak mau melanjutkan perjalanannya. Kalau saja mereka bisa mengalahkan perasaan itu dalam kehidupan sehari - hari, ini bisa sangat berguna pada saat kita menghadapi masalah pelik. Begitu juga dengan sifat cermat membuat perhitungan dan tidak mudah mengeluh. Kondisi alam bebas yang sulit diduga menuntut persiapan dan perhitungan yang matang, kalaupun ada yang meleset harus kita hadapi dengan pikiran dingin dan lapang dada tanpa saling menyalahkan. Di tengah hutan kita akan mengeluh kepada siapa, toh yang kita keluhi pun dalam kondisi yang sama, malah - malah keluhan kita bisa mengendorkan mentalitas rekan lainnya.

Dalam melakukan aktivitas ini kita dituntut untuk selalu jujur, misal suatu ketika kita melakukanpendakian seorang diri dan tidak mencapai puncak. Bisa saja kita bilang sampai dipuncak, toh tak ada saksi yang akan menyanggahnya, disinilah kita harus jujur, karena pengalaman yang terjadi mungkin berguna bagi teman - teman yang lain. Bila kita sudah mencapai tahap ini,puncak bukan lagi menjadi sasaran utama. Begitu pula dengan kebanggaan yang dulu sampai - sampai bisa menyesakkan dada karena berhasil menaklukkan sebuah puncak, perlahan akan hilang. Karena yang lebih esensi dalam tahap ini adalah bagaimana kita mendapatkan tantangan baru dan bagaimana memecahkannya. Juga mengurangi nafsu merusak seperti corat - coret, memetik Edelweis dan membuang sampah sembarangan sudah lama mereka tinggalkan. Karena motto “Jangan ambil sesuatu kecuali photo dan jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak“ sudah melekat pada diri mereka. Tetapi semua ini adalah proses yang harus dilalui oleh semua orang untuk menjadi “pecinta alam sejati”. 

 Untuk menjadi seorang petualang yang baik kita harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup, peralatan dan perbekalan yang memadai, mental dan phisik yang baik serta daya juang yang tinggi. Tanpa itu jangan harap kita bisa selamat dalam melaksanakan aktivitas petualangan, sedangkan mereka yang telah cukup memiliki segala sesuatunya pun terkadang tidak luput dari resiko berat aktivitas outdoor sport ini. Semua aktivitas yang dilakukan manusia mempunyai resiko, begitu pula dengan aktivitaspetualangan di alam bebas. Ibaratkan seorang pelaut yang harus meninggalkan keluarganya berbulan - bulan, itu adalah resiko dari profesi keahlian yang digelutinya. 

Kaum awam seringkali mengidentifikasikan kegiatan outdoor sport sebagai aktivitas yang konyol dan dekat dengan kematian, padahal para petualang sebetulnya adalah orang - orang yang menghargai kehidupan, hal ini terlihat bagaimana mereka menerapkan safety procedure (SOP) dalam setiap aktivitasnya. Kalau bicara soal kematian, di atas tempat tidur pun apabila Tuhan menghendaki, kita semua bisa mati atau bisa kita lihat bagaimana banyaknya orang mati karena kecelakaan lalu lintas. Maka sebagai penutup alinea mari kita yakini bersama yaitu, "TIDAK PERLU TAKUT UNTUK MENDAKI GUNUNG DAN BERPETUALANG DI ALAM BEBAS SAHABAT-SAHABATKU."

Sumber Baca Selanjutnya..

MENGGALI PHILOSOFI /MAKNA KEABADIAN EDELWEIS

Bagi para pendaki gunung bunga Edelweis bisa dikatakan sebagai pacar kedua yang begitu memikat dan memukau. Edelweis yang kebanyakan dari para penggiat alam bebas menemui dan mengenalnya saat berada di ketinggian gunung. Edelweis, sebuah tanaman eksotik dan endemik khas daerah Alpina atau Sub-Alpina atau Montana. Tanaman dari family Asteraceae tumbuh dan berkembang di daerah pegunungan dengan iklim yang dingin dan pada ketinggian diatas 2000 Mdpl. Hampir semua pegunungan ditumbuhi Edelweis. Beragam spesies muncul sehingga menciptakan keragaman yang menarik. Dari morfologi bunganya saja, terlihat ada Edelweis berwarna putih, ungu dan kuning, dan masih ada lagi mungkin di tempat lain. 

Anphalis javanica, adalah Edelweis yang banyak di jumpai di pegunungan pulau Jawa. Beragam istilah muncul untuk menyebut nama tanaman eksotis ini. Ada yang menyebut sebagai bunga keabadian, ketulusan dan perjuangan, dan masih banyak lagi intepretasi yang lain. Disebut bunga keabadian, karena bunganya yang terus awet dan berada dipuncak gunung sebagai simbol keabadian. Lambang ketulusan, karena Edelweis tumbuh di daerah yang khusus dan ekstrem, sehingga seolah menerima keadaan apa adanya tanpa menuntut kondisi yang mengenakan. Bunga ini juga mengandung arti sebagai lambang perjuangan, karena bunga ini tumbuh ditempat yangtandus, dingin, miskin unsur hara dan untuk mendapatkannya harus bersusah payah mendaki gunung. 

Karena demikian hebatnya bunga ini, membuat mereka yang mengaku pecinta alam ataupenggiat alam bebas berusaha mengabadikan bunga tersebut bahkan harus rela memindahkan habitatnya walau hanya setangkai bunganya saja. Di beberapa tempat wisata, Edelweis menjadi barang dagangan yang cukup menjanjikan karena banyak diburu mereka yang tak sanggup memetik di gunung. Saking laris manisnya, maka eksploitasi Edelweis dilakukan penduduk untuk di perdagangkan. Tidak berbeda jauh dengan tangan - tangan jahil penggiat alam bebas, walau tidak melakukanjual beli Edelweis, tetap saja mengambil tanpa memikirkan dampaknya. Memetik tanpa menanam, begitulah yang terjadi dan kenyataannya demikian. Entah sampai kapan perilaku tersebut akan berhenti, apakah menunggu kesadaran masing - masing pribadi atau setelahbunga keabadian tersebut habis dari habitatnya. 

Mungkin bagi kita yang memiliki kesadaran akan arti penting Edelweis yang terancam oleh tangan - tangan jahil, tidak usah terlalu risau. Mungkin jika mata kita jeli, maka tanpa bersusah payah akan menemukan bunga keabadian tersebut. Dimanakah dia dapat kita temukan?...Pertama dia bisa kita dapatkan pada setiap frame foto yang pernah kita rekam/simpan. Yang kedua tapi ini yang sesungguhnya yang paling utama atau paling hakiki yakni didalam kenangan yang tersimpan di dalam pikiran dan kedalaman rasa jiwa kita sendiri Tentu saja ada aturan main, dan menaati aturannya sebelum bertemu dengan bunga eksotiktersebut. Jangan berpikir, Edelweis hanya tumbuh pada stratifikasi vegetasi tertentu, yakni Montana atau Alpina yang terletak hampir di puncak gunung.

 Tetapi bunga ini, bisa di temui di tempat - tempat tertentu dan spesifik sesuai dengan habitat aslinya. Mari arahkan mata dan pandangan kita untuk sejenak bisa menikmati Anaphalis javanica. Jangan mengambil atau merusak, cukup nikmati dan abadikan lewat gambar agar semua orang bisa menikmati. Ketika Edelweis mekar, dia akan bertahan lama. Edelweis tumbuh didataran tinggi, di daerah lereng - lereng gunung. Tidak hanya mengandung makna abadi namun bunga ini bisa disebut bunga yang kokoh karena Edelweis bisa mengajarkan kepada manusia tentang kegigihannya dalam menghadapi situasi apapun, jadi Edelweis bercerita tentang pengorbanan.

 Edelweis tidak mati ataupun layu ketika berada di suhu yang dingin dan bahkan bisa mencapai suhu dibawah 0°, Edelweis juga tidak akan layu begitu saja. Disini Edelweis berbicara tentangketulusan. Bunga yang kecil namun sangat indah jika bersatu. Seperti manusia yang seharusnya tidak hidup sendiri, jika bisa bersatu akan membuat hubungan lebih indah. Banyak hal yang bisa kita teladani dari satu jenis bunga bernama Edelweis, Aku ingin menjadi Bunga Edelweis yang tumbuh di atas ketinggian, yang sulit didapatkan orang, yang kokoh bertahan dari serangan berbagai cuaca dan kondisi, Edelweis tumbuh dengan tulus dan setelah didapatkan dia akan setia menjaga keindahan, keabadiannya

Sumber Baca Selanjutnya..

FAKTOR2 PENYEBAB/LATAR BELAKANG KENAPA SAYA SUKA MENDAKI GUNUNG

1. Udara pegunungan yang bersih membuat paru-paru saya berterima kasih.
2. Tidak ada yang bisa mengalahkan sensasi minum langsung di mata air gunung. 
3. Suara alam di tengah kesunyian malam yang sebenarnya. 
4. Perhiasan langit yang selalu nampak jelas di malam hari. 
5. Tidak ada makanan yang lebih nikmat dari makanan yang dimasak di atas gunung. 
6. Bisa mengenal teman jauh lebih dekat. Merajut persaudaraan. 
7. Bertemu orang-orang baru layaknya sahabat yang lama tak jumpa. 
8. Membakar kalori dan menurunkan sedikit berat badan. 
9. Yang Jelas Sehat jiwa dan raga! 
10. Kenikmatan secangkir kopi di tengah dinginnya kabut pagi. 
11. Selalu mendapat mood positif. 
12. Menenangkan hati dan pikiran. 
13. Mengajarkan bahwa kita itu sangatlah kecil dibandingkan alam, apalagi Sang Penciptanya. 
14. Melatih mental dan fisik. 
15. Tidak pernah menyesal untuk pergi, dan selalu ingin kembali. 
16. Saya suka berjalan di alam, tanpa destinasi. Life is all about journey, right? 
17. It helps you to make sense of this crazy world we live in. 
18. Melihat hal-hal yang mungkin orang lain tidak pernah melihatnya. Padang savana dengan bunga edelweiss, danau dan air terjun yang belum terjamah, langit yang menggelora, barisan bintang bersama bimasakti dan masih banyak lagi. 
19. It’s a photographers dream! Alam menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Dan kita tidak pernah tahu kejutan apa lagi yang akan diberikan kepada kita. 
20. As George Mallory said; “ BECAUSE IT’S THERE ” BE REMEMBERED IN OUR HEART AND OUR MINDSET THAT: Just never forget this when you hike : “ Never take anything but pictures, never leave anything but footprints, and never kill anything but time”.

Sumber Baca Selanjutnya..

APA MANFAATNYA MENGAJAK ANAK BERPETUALANG DI ALAM BEBAS???

Mengajak anak-anak kita berwisata di alam bebas bisa menjadi alternatif mengisi liburan yang menyenangkan sekaligus bernilai positif dan memberikan pengalaman baru bagi putra-putri kita. Mengajak mereka pergi ke gunung, menjelajah hutan/ cagar alam, bermain di pantai, snorkeling di laut, berenang di danau atau pun berarung jeram (rafting) di sungai bukanlah kegiatan yang berbahaya jika kita lakukan dengan benar dan dengan persiapan yang baik. Dilakukan dengan benar, artinya kita tetap mematuhi ‘rambu-rambu’ yang ada, atau sesuai dengan “SOP” ( Standard Operating Procedure ). Rambu-rambu ini bisa kita ketahui dengan berkonsultasi kepada penyelenggara tour, pemandu wisata, ataupun melalui Pusat Informasi Wisata dari tempat yang kita kunjungi.

Dari mereka kita bisa mengetahui do and don’t nya. Membawa anak-anak melakukan kegiatan di alam bebas dan menikmati petualangannya akan meningkatkan kemampuan mereka dalam hal kemandirian, survival, adaptasi, dan berempati terhadap lingkungan sekitar. Nilai-nilai edukasi juga bisa langsung kita aplikasikan dengan mengajak mereka berdiskusi tentang apa yang dilihatnya saat itu. Banyak manfaat dan ilmu pengetahuan yang bisa kita pelajari dari alam sekitar. Manfaat yang diperoleh dari kegiatan alam bebas Berbagai manfaat positif bisa kita dapatkan jika kita mengajak anak kita untuk beraktifitas di alam bebas. Selama memperhatikan dan mengikuti peraturan yang ada, kegiatan alam bebas akan menjadi kegiatan positif yang aman, menyenangkan dan memberikan banyak manfaat, antara lain: 1. Menambah pengetahuan & pemahaman anak tentang alam. Beragam flora dan fauna yang belum pernah dilihat sebelumnya tentu saja akan menambah wawasan mereka. 2. Merangsang anak menjadi lebih responsif terhadap lingkungan sekitar sehingga anak lebih berempati. 3. Melatih kecerdasan motorik. Saat melakukan berbagai aktifitas outdoor, otomatis seluruh bagian tubuh akan bergerak. 4. Meningkatkan kebersamaan dan kekompakan. Pada umumnya dalam kegiatan outdoor/ alam bebas orangtua akan melibatkan diri terhadap aktifitas anak. Disinilah seluruh keluarga yang mengikuti kegiatan akan menemukan quality time. 5. Memacu semangat dan kreatifitas. 6. Berani mencoba hal baru, secara psikologis akan menambah rasa percaya diri anak 7. Belajar untuk survive (bertahan hidup). Pengalaman baru akan membuat anak beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam kondisi tertentu, anak akan dihadapkan pada kenyataan untuk survive. 8. Memperkenalkan dan Menumbuh kembangkan kecintaan dan kepedulian anak terhadap alam dan lingkungan hidup dengan cara/ metoda yang sederhana disesuaikan dengan tingkat usia anak. Dengan pendekatan dan menggunakan bahasa anak akan jauh lebih effektif. 9. Proses awal Pembentukan dan Pembinaan mental-karakter anak serta yang terpenting adalah mendidik anak-anak kita agar senantiasa bersyukur dengan segala anugrah yang telah Tuhan berikan melalui keindahan alam ciptaan Nya.

 Lantas bagaimana jika kita ingin mengajak anak berlibur dengan kegiatan alam? Hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan agar si anak benar-benar menikmati kegiatannya dengan senang dan aman? Kegiatan alam bebas yang bisa kita pilih bersama anak antara lain: • Ke pantai. Anak-anak dan orang tua bisa melakukan kegiatan seperti : berenang, snorkeling, kemping, main pasir dan memancing • Ke (mendaki) gunung atau bukit. Jika berpikir lelah untuk mencapai puncak gunung ( bukit) , kita sekeluarga bisa berkemah di kaki gunung ( bukit ), atau trekking / hill-walking di pagi hari sambil mencium segarnya udara pegunungan sekaligus menikmati pesonanya pemandangan sekitar gunung • Ke sungai/danau. Uji adrenalin dan membebaskan suara kita sekeluarga berteriak lepas saat kita menikmati jeram sungai ketika kita sedang ber arung jeram (rafting). Kita benar-akan akan dihadapkan pada situasi untuk tetap kompak dengan keluarga agar perahu tidak oleng. Jika masih ragu dengan arung jeram, kita masih tetap bisa bermain air ataupun memancing. • Outbond. Melatih keberanian dan rasa percaya diri anak. Kini banyak operator outbond yang mempunyai wahana dari yang sederhana hingga ekstrem.

SELAMAT BERPETUALANG

Sumber Baca Selanjutnya..

MENDAKI GUNUNG IDENTIK SIMULASI MENAPAKI KEHIDUPAN

Mendaki gunung dan turun lagi itu mencerminkan perjalanan umum manusia : kita lahir, mencapai puncak usia dan turun keharibaan Ilahi.. Dalam bisnis/karir : kita memulai/merintis, mencapai puncak karir dan turun karena pensiun, atau mungkin malah sebagai pecundang(bangkrut). Mendaki gunung menjadi semacam simulasi kehidupan ketika kita berjuang bukan mengatasi tingginya gunung atau curamnya tebing..melainkan mengatasi diri kita sendiri & menguji sampai sejauh mana batas nyali dan kesabaran kita. Pada saat titik-titik ekstrim kondisi alam & kelelahan fisik menerpa, disitulah ujian yang harus dilewati, yang penting mental sampai puncak tetap tinggi, tak mudah menyerah, bersyukur dan berterima kasih kepada Sang Khaliq karena telah diberi kesempatan untuk melihat "sebagian kecil" keindahan Sang Pencipta dari puncak gunung.. 

Disamping itu dapat pengalaman dan teman barupun rasanya tak terbayangkan kebahagiannya... Lalu, apakah waktu turun sama tangguhnya dengan waktu kita mendaki...? Faktanya orang sering celaka atau tewas pada saat turun. Menaiki tangga lebih mudah daripada menuruni tangga. Lebih hati-hati dan ada rasa gemetar menuruninya, apalagi bila melihat ke bawah... Apakah waktu terpuruk sama tangguhnya dengan waktu kita meniti karir..? Banyak orang sering menjadi stress & gila pada saat terpuruk karirnya atau bangkrut usahanya...,banyak juga para pendaki yg menerapkannya filosofi ini di "kehidupan nyata"nya untuk tak mudah menyerah,saling menolong, menemukan diri sendiri, dan kuat menghadapi rintangan berputarnya roda kehidupan...

 Jadi,apakah kita masih terus bertanya dan merasa aneh jika melihat serombongan orang yg menggendong carrier berukuran besar?

Sumber Baca Selanjutnya..

Sang Penakluk dan Sang Pecinta (mengenang anggota mapala Unand)

Ide untuk menaklukan alam merupakan obyek pemikiran manusia yang abadi. Manusia seakan tak rela ada kekuatan besar yang membuat ego mereka seperti tak berdaya. Maka berangkatlah para pionir dengan gagah berani untuk menaklukan final frontier dimanapun di segala penjuru bumi. Alam yang ganas harus dapat ditaklukan untuk kemaslahatan umat manusia. Seakan bumi yang lapang terlalu sesak bagi dua kekuatan besar alam dan manusia untuk saling berbagi. Seakan hanya boleh ada satu kekuatan saja yang dapat menguasai bumi, yaitu manusia.

Namun para petualang dan pionir yang pergi menjelajah bukannya tak menyadari kepongahan awal mereka. Para pemberani itu segera mendapatkan hikmah dari penjelajahannya bahwa alam tak dapat dilawan bahkan ditaklukan, manusia hanya bisa berdamai dengan kekuatannya. Yang perlu ditaklukan adalah ego yang menguasai diri manusia itu sendiri, dan alam adalah guru yang baik untuk mengajarkan hal itu. Sir Edmund Hillary – pendaki pertama yang mencapai Everest - menyadari betul hal itu ketika berkata ,” It is not the mountain we conquer, but ourselves...”.

PARA PENAKLUK

Kutub Utara berhasil ditaklukan oleh Robert Peary pada tahun 1909 dan kemudian pada tahun 1911 Kutub Selatan menyusul berhasil ditaklukan oleh Amundsen. Ketika itu, Everest kerap dijuluki sebagai Kutub Ketiga yang merupakan kontur bumi paling menarik untuk dijelajahi. Setiap pendaki profesional mendambakan suatu saat dapat menaklukan puncak tertinggi di dunia itu.

Kemudian setelah Hillary dan Tenzing berhasil menjejakkan kaki mereka di puncak Everest, semua bertanya-tanya penjelajahan ekstrim apa lagi yang dapat dilakukan oleh seorang manusia. Dick Bass dan Pat Morrow memunculkan wacana Seven Summits yang bertujuan mengoleksi tujuh puncak tertinggi di tiap benua. Adapula ide untuk mendaki keseluruh 14 “puncak kematian” di gunung-gunung berketinggian diatas 8000 meter di Pegunungan Himalaya.

Tercatat hanya lima orang pendaki di dunia yang berhasil mengoleksi keseluruh 14 puncak yang merupakan piala paling didamba para pendaki elite itu. Reinhold Messner, pendaki pertama yang berhasil memuncaki keempatbelas gunung kematian itu, menyebutkan bahwa tantangan sesungguhnya pada pendakian puncak 8000 meter adalah pendakian yang dilakukan tanpa alat bantu oksigen. Itulah batas ketahanan maksimal seorang pendaki. Entah ide “gila” apa lagi yang akan muncul kemudian untuk menjajal keperkasaan alam.

Menaklukan alam seperti mendaki puncak-puncak gunung merupakan ide yang menggoda para petualang. Namun jauh hari setelah melewati berbagai petualangan barulah mereka menyadari bahwa manfaat sebenarnya dari perjalanannya itu bukanlah masalah menaklukan alam, karena kekuatan alam terlampau besar untuk dilawan. Menaklukan diri sendiri merupakan pencapaian tertinggi dari perjalanan itu, dan Sang Alam lah guru yang mampu memberi petunjuknya.

MENCIANTAI ALAM

Banyak pendaki yang pergi untuk menaklukkan puncak gunung hanya untuk suatu saat kembali padanya. Apakah anda hanya mendaki gunung Gede atau berarung jeram di sungai Cimanuk hanya sekali saja seumur hidup? Tidak, ada hasrat yang mendorong petualang kembali kesana. Mungkin ketika pertama kali melakukannya kita merasa tertantang untuk menaklukan puncak gunung setinggi 2.958 m atau jeram dengan grade 3-4 itu demi memuaskan ego. Namun ketika mendatangi untuk kesekian kalinya, baru kita tersadar bahwa rasa cintalah yang membawa kembali kesana. Dan ketika rasa cinta telah menjalari, tak sebersitpun terpikir untuk menaklukan. Hanya ada kerinduan yang sangat dan kegelisahan yang menyiksa untuk dapat bersua.

Para petualang menyadari hal itu sehingga tak pernah mengharapkan balasan apapun dari sang alam selain dapat sekedar kembali bercengkerama dengannya. Saya yakin bahwa ketulusan untuk mencinta tak pernah sia-sia. Maka ketika kita menjelajahi alam dengan rasa cinta alam yang sesungguhnya, alam pun membalas sepenuhnya.

Sang alam berbinar-binar ketika petualang melewati berbagai tempaan berat hanya untuk mendatanginya kembali. Siapakah yang tak bahagia didatangi oleh kekasihnya? Terkadang sang alam memang menghadirkan badai dahsyat dan bencana, bukan untuk mencelakakan namun hanya untuk memberikan kekuatan lebih pada petualang. Bukankah dengan demikian mereka akan menjadi lebih tabah, arif dan matang.

Cinta yang agung

Maka ketika ada insan petualang yang roboh di gunung tinggi atau tewas ditelan jeram, tak hanya sesama manusia yang meratapi kehilangannya namun sang alam pun menangis sendu. Sosok jenazah itu ia peluk dengan doa-doa dan keharuan yang mendalam sebelum sesama manusia menjemputnya untuk ditempatkan di peristirahatan yang terakhir. Hingga kini pun masih banyak sosok insan petualang yang gugur tak diketahui rimbanya. Barangkali sang alam masih teramat mencintai mereka dengan alasan yang tak dapat kita pahami.

Ada aura percintaan misterius yang terjalin antara sang petualang dan alam yang didatanginya. Mereka yang pergi melakukan petualangan seperti mendaki gunung atau mengarungi jeram berpikir telah melakukannya dengan cinta. Barangkali mereka tak pernah tahu bahwa sang alam menyayangi mereka dengan berlipat-lipat. Cintanya yang besar kepada manusia tak akan pernah habis. Ia bahkan selalu melindungi mereka dari kekuatannya sendiri yang maha penghancur.

Dan bila Tuhan memerintahkannya mengambil nyawa mereka, sang alam pun dengan bersujud membelai mereka sebelum menyerahkan nyawa para manusia terpilih itu pada Sang Pencipta. Sang alam melakukannya dengan tersenyum, karena saat itu ada cinta lebih besar yang datang bagi manusia. Ia tahu Tuhan memerintahkannya mengambil hidup manusia karena suatu kecintaan yang lebih agung dan tak tertakar. Lebih dari semua cinta yang dapat ia beri kepada manusia.

Sumber
 
Baca Selanjutnya..